kesehatan : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
Artikel kesehatan : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: o Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. o Ketidakseimbangan endokrin. o Faktor umur / usia lanjut. o Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. PATOLOGI ANATOMI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata: - Panjang 3.4 cm - Lebar 4.4 cm - Tebal 2.6 cm Secara embriologis terdiro dari 5 lobur: - Lobus medius 1 buah - Lobus anterior 1 buah - Lobus posterior 1 buah - Lobus lateral 2 buah Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis - Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler - Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: Ø Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya Ø Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone Ø Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi da ri vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
D. PATOFISIOLOGI Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. E. PATHWAY Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomi Kompensasi otot destrusor Spasme otot spincter Merangsang nociseptor Hipotalamus Dekompensasi otot destrusor Potensi urin Tek intravesikal Refluk urin ke ginjal Tek ureter & ginjal meningkat Gagal ginjal Retensi urin Port de entrée mikroorganisme kateterisasi Luka insisi Resiko disfungsi seksual Nyeri Resti infeksi Resiko kekurangan vol cairan Resiko perdarahan: resiko syok hipovolemik Hilangnya fungsi tbh Perub pola eliminasi Kurang informasi ttg penyakitnya Kurang pengetahuan Hyperplasia periuretral Usia lanjut Ketidakseimbangan endokrin BPH F. MANIFESTASI KLINIS Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu: 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih 2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi: a. Retensi urin b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing c. Miksi yang tidak puas d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia) e. Pada malam hari miksi harus mengejan f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria) g. Massa pada abdomen bagian bawah h. Hematuria i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin) j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi k. Kolik renal l. Berat badan turun m. Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi c. Hernia / hemoroid d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu e. Hematuria f. Sistitis dan Pielonefritis I. FOKUS PENGKAJIAN Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: a) Data subyektif: - Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. - Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. - Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan - Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: - Terdapat luka insisi - Takikardi - Gelisah - Tekanan darah meningkat - Ekspresi w ajah ketakutan - Terpasang kateter J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: - Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang - Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi f. Lakukan perawatan aseptik terapeutik g. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria: Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi: a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairan g. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi h. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan: Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi: a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual e. Beri penjelasan penting tentang: i. Impoten terjadi pada prosedur radikal j. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal k. Adanya kemunduran ejakulasi f. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi: a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: a. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter b. Perawatan di rumah c. Adanya tanda-tanda hemoragi, infeksi
B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: o Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. o Ketidakseimbangan endokrin. o Faktor umur / usia lanjut. o Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. PATOLOGI ANATOMI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata: - Panjang 3.4 cm - Lebar 4.4 cm - Tebal 2.6 cm Secara embriologis terdiro dari 5 lobur: - Lobus medius 1 buah - Lobus anterior 1 buah - Lobus posterior 1 buah - Lobus lateral 2 buah Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis - Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler - Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: Ø Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya Ø Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone Ø Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi da
D. PATOFISIOLOGI Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. E. PATHWAY Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomi Kompensasi otot destrusor Spasme otot spincter Merangsang nociseptor Hipotalamus Dekompensasi otot destrusor Potensi urin Tek intravesikal Refluk urin ke ginjal Tek ureter & ginjal meningkat Gagal ginjal Retensi urin Port de entrée mikroorganisme kateterisasi Luka insisi Resiko disfungsi seksual Nyeri Resti infeksi Resiko kekurangan vol cairan Resiko perdarahan: resiko syok hipovolemik Hilangnya fungsi tbh Perub pola eliminasi Kurang informasi ttg penyakitnya Kurang pengetahuan Hyperplasia periuretral Usia lanjut Ketidakseimbangan endokrin BPH F. MANIFESTASI KLINIS Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu: 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih 2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi: a. Retensi urin b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing c. Miksi yang tidak puas d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia) e. Pada malam hari miksi harus mengejan f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria) g. Massa pada abdomen bagian bawah h. Hematuria i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin) j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi k. Kolik renal l. Berat badan turun m. Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi c. Hernia / hemoroid d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu e. Hematuria f. Sistitis dan Pielonefritis I. FOKUS PENGKAJIAN Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: a) Data subyektif: - Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. - Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. - Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan - Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: - Terdapat luka insisi - Takikardi - Gelisah - Tekanan darah meningkat - Ekspresi w ajah ketakutan - Terpasang kateter J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: - Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang - Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi f. Lakukan perawatan aseptik terapeutik g. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria: Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi: a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairan g. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi h. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan: Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi: a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual e. Beri penjelasan penting tentang: i. Impoten terjadi pada prosedur radikal j. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal k. Adanya kemunduran ejakulasi f. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi: a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: a. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter b. Perawatan di rumah c. Adanya tanda-tanda hemoragi, infeksi
Demikianlah informasi kesehatan ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
Sekian dari kesehatan Terbaru ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH), mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Download kesehatan Terbaru kali ini.
Anda sedang membaca artikel ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH) dan artikel ini url permalinknya adalah https://erynhoneybunnychomel.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html Artikel kesehatan Terbaru Lainnya ,kesehatan, video kesehatan, streaming kesehatan, streaming , videos, sehat, videos sehat, sehat,,ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH) download video sehat, download video kesehatan, kesehatan terbaru, streaming kesehatan terbaru,sehat, bugar, penyakit, jasmani, rohani,
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)"
Post a Comment